Senin, 01 Oktober 2007

Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai

Oleh : Aulia Amri


Tanggal menunjukkan hari ke 28 di bulan Ramadhan. Kami sekeluarga pun bersiap-siap menyambut lebaran. Seperti tahun yang sudah-sudah kami merencanakan pulang ke kampung dihari pertama lebaran. Sudah terbayang wajah ongku dan niniak yang menunggu kedatangan kami di Kampung Halaman. Dan hari yang ditunggu-tunggupun tiba, paginya Sholat Ied, setelah itu langsung bergegas menuju rumah dunsanak dan kerabat yang ada di Jakarta. Malam harinya pukul 23:45 kamipun berangkat menuju Silungkang, hal ini bertujuan biar kami sampai pada siang hari di daerah Lahat yang terkenal dengan perampokan dijalan.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 48 Jam, sampailah kami di Silungkang. Ongku dan niniak menyambut dengan peluk hangat dan kasih sayang. Tak lupa menu kebanggaan urang awakpun telah terhidang di meja makan (jariang batokok). Satu hari berlalu, kami pun sudah diajak ongku menikmati jajanan kuliner yang ada disekitar Silungkang, ada Bubu Samba, sate padang, pisang picak, es tebak, soto di Muaro Kalaban dll. Rasa penat selama 48 jam diperjalanan telah terobati.

Siang itu saya dan Ongku sedang asyik berbicara tentang budaya Silungkang. Banyak hal yang diceritakan Ongku tentang Silungkang, mulai dari jumlah suku di Silungkang, tolak ukur keturunan berdasarkan pihak perempuan (matrilineal), tata cara pelamaran, perjodohan di Silungkang sampai ke perbedaan Kasta di Silungkang. Saya pikir yang ada plat No.nya itu cuman mobil, ternyata OrSil juga punya 3 jenis plat, yang plat N, plat T, dan plat L. Ongku juga menceritakan tentang slogan adat minang yang berbunyi “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Syarak mangato, adat mamakai “.

Slogan “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Syarak mangato, adat mamakai” inilah yang akhirnya menjadi pemicu perdebatan antara saya dan Ongku. Saya pikir kalau slogan tersebut diartikan maka akan berarti: “Adat berdasarkan syariat Islam, syariat Islam berdasarkan Alquran, segala sesuatunya diatur berdasar syariat Islam dan pelaksanaannya dilakukan oleh adat.” Kalau adat berdasarkan Syariat Islam mengapa pelaksanaannya agak menyimpang dari syariat Islam?

Pertama, sistem matrilineal. Saya bertanya:” Kenapa urang minang (termasuk OrSil) menganut paham ini sebagai tolak ukur garis keturunan?” Jawaban Ongku; “Karena ada hadits yang mengatakan: “berbaktilah kepada Ibumu, Ibumu, Ibumu, kemudian ayahmu” maka dari itu keturunan sebaiknya dihitung dari garis ibu bukan ayah.” Saya bantah dengan menyebutkan bahwa di dunia ini suku yang menerapkan matrilineal tidak banyak, cuman sekitar 5 suku termasuk Minangkabau, lagi pula di AlQuran dalam surat Al Ahzab ayat 5 disebutkan: Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Ongkupun terdiam sambil berpikir.

Kedua, perjodohan di Silungkang. Saya bertanya: “ Kenapa OrSil diusahakan agar menikah dengan sesama OrSil?” Jawaban Ongku: “Karena OrSil telah menerapkan adat seperti itu sejak dahulu kala, tujuannya supaya bibit, bebet, bobot calon mempelai dapat diketahui dengan jelas, selama nikahnya masih beda kampung dan selama tidak satu garis keturunan Ayahnya dari masing2 pihak maka diperbolehkan”. Lalu saya bantah: “Kalo gitu apakah ada dalam AlQuran bahwa kita harus menikah dengan sesama OrSil? Setahu saya kita hanya diperintahkan untuk menikah dan kitapun bebas memilih siapa yang akan kita nikahi, nggak harus OrSil”. Ongku menjawabnya dengan berkata;” Tapi itu kembali jo ang, tasorah ka babakti ka urang tuo apo indak”. Saya pikir kalo setiap dibahas tentang ini terus kita dibilang pengen berbakti sama orang tua atau nggak, mana mungkin kita jawab nggak. Karena ridho Allah swt sama dengan ridho orang tua.

Ketiga, tentang kasta di Silungkang. Saya bertanya: “Kenapa OrSil dibedakan berdasarkan kasta-kasta?” . Jawaban Ongku: “Karena dulu di Silungkang terdapat beberapa pendatang yang datang belakangan menempati Silungkang, nah pendatang ini kemudian diakui oleh penduduk asli Silungkang sebagai bagian dari warga Silungkang namun dengan embel2 dan tingkat dari kadar keasliannya yang menyertainya sampai turun ke keturunannya”. Lalu saya tanya “Apa hubungannya antara warga yang duluan menempati Silungkang ataupun belakangan menempati Silungkang dengan kasta-kasta tersebut? Bukankah setiap orang dimata Allah swt adalah sama, yang membedakan adalah tingkat keimanan dan ketakwaannya”.

Sampai dipertanyaan ketiga ini rupanya habis sudah kesabaran Ongku. Saya di bosuik dengan kalimat:” Iko ang masih ketek, salemo olun tarapui, ala pandai malawan ka urang tuo, dasar anak kurang aja siapo nan maaja ang bakecek taka tuah?”. Akhirnya dengan rasa kecewa saya sudahi pembicaraan dengan Ongku. Dalam hati saya berkata: “ Nasib jadi cucu Urang Awak, baru diajak diskusi ajah dibilang palawan, mungkin karena pengaruh makanan yang besantan dan banyak lemak jadi kena darah tinggi deh”.

Kami melanjutkan kegiatan masing-masing, saya jalan ke balai mencigok apo nan lomak untuk diboli, sedangkan Ongku kembali ke kursi goyang kesayangannya sambil nonton TV.

CERITA DIATAS ADALAH FIKTIF BELAKA BILA ADA KESAMAAN NAMA DAN TEMPAT ADALAH MERUPAKAN HAL YANG DISENGAJA.

Kamis, 27 September 2007

Penikam Dari Belakang

Oleh : Rejak


Milis Silungkang yang menjadi wadah ’kumpul-kumpul’ bagi sesama urang awak di dunia maya telah menjadikan salah satu tempat khusus untuk melontarkan ide-ide segar dan brilian untuk kemajuan Silungkang itu sendiri. Terjadinya benturan pendapat antar dua generasi, yakni para anak mudanya dan para orang tuanya seakan-akan membuat milis ini menjadi tidak enak lagi untuk di lihat bagi sebagian orang yang berwatak tradisionalis. Perhelatan di milis Silungkang yang tak ada habisnya rupa-rupanya semakin membuat pemunculan karakter-karakter ’tersembunyi’ para miliser yang selama ini bak harta karun terpendam. Tak di sangka-sangka karakter-karakter ’tersembunyi’ yang dalam konteks ini memiliki nilai negatif justru di tunjukkan sendiri oleh para orang-orang tuanya. Memang tak ada aturan di dunia maya, dan kita bisa menjadi siapapun yang kita suka ataupun membelah berapa banyak diri kita bagaikan amoeba. Maka itu jangan heran bila kita sering melihat karakter Dr. Jekyll dan Mr Hyde di dalam dunia maya. Apalagi di antara para urang awak pada khususnya.


Ada orang yang berkedok sebagai ustadz lalu mengirimkan postingan-postingan ayat-ayat suci Al-Quran dan menyeru kepada kebaikan, namun di sisi lain ia memiliki karakter yang tak kalah ’suci’nya di banding yang pertama. Dalam kasus ini, pewujudan karakter asli ini salah satu contoh nyatanya di dalam milis Silungkang adalah pada seorang miliser yang berinisial BN. Dengan lihai BN membagi dirinya di dalam milis ini menjadi ganda, satu sebagai ustad, dan satu lagi sebagai dirinya sendiri. Ketika ia menjadi seorang ustad, maka ia benar-benar menjalankan perannya melalui postingan-postingan ayat-ayat suci. Dan ketika ia menjadi dirinya sendiri, ia bergerak bebas seakan-akan seperti manusia yang telah menanggalkan labelnya.


Pada suatu waktu, entah secara secara di sadari atau tidak, dia telah melakukan sebuah perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan dirinya sebagai layaknya seorang ustadz ataupun seorang yang telah sepuh usianya. Perbuatan itu adalah, ”mendoakan kecelakaan kepada sesama saudaranya sendiri”.

Mencengangkan!. Apakah sebenarnya maksud di balik perbuatannya yang nista itu?.

Setelah postingan ’doa celaka’ itu, para anak-anak mudanya bermaksud untuk meminta kejelasan dari BN sendiri. Akan tetapi BN hanya menjawab bahwa postingannya itu hanya bersifat fiktif, tidak ada unsur-unsur lainnya apapun itu. Tetapi ketika para anak mudanya mendesak BN untuk menjelaskan motif di balik postingan ’doa celaka’ itu, ia hanya berdalih bahwa ’Milis Silungkang Liberal’. Jawaban ini mengandung berbagai arti. Apakah BN memang tak bisa menjawab pertanyaan anak-anak mudanya? ataukah memang BN sengaja mendoakan kecelakaan bagi sebagian miliser yang memang hendak mudik sewaktu lebaran nanti?.


Mengetahui hal itu anak-anak mudanya mencecarnya lagi dengan pertanyaan dan menuntut pertanggung jawabannya agar bersikap jantan layaknya seorang laki-laki. Akhirnya kericuhan ini mengundang kedatangan mantan moderator yang mencoba untuk memberikan penjelasan kepada para anak mudanya maksud dari postingan ’doa celaka’ BN. Tetapi tetap saja mereka keukeuh untuk menuntut pertanggung jawaban dari mulut si pendoa itu sendiri.

Pada saat itulah BN sekali lagi muncul dengan memberikan penjelasan maksud dari postingannya di milis. Seperti anak kecil yang berlindung di balik tubuh ibunya, BN tetap tidak mau mengaku bersalah dan mencoba menjelaskan bahwa alasan postingannya itu hanya sebagai shock terapy bagi mereka para miliser yang ekstrim. Shock Terapy?. Ternyata memang motif postingan ’doa celaka’ milik BN memiliki maksud yang tidak baik, karena dia sebenarnya telah mengetahui bahwa ada sebagian miliser yang akan pulang kampung pada waktu lebaran nanti, karena itu dia sengaja memberikan postingan berupa ’doa celaka’nya yang tidak bertanggung jawab itu. Sebelumnya ia tidak bisa menjawab ketika di tanya motif di balik postingan tersebut dengan dalih fiktif, Milis Silungkang Liberal, dan kini Shock Terapy(?). Tetapi, rasa-rasanya memang belum pernah terdengar sesama saudara boleh mendoakan kecelakaan bagi saudaranya sediri kecuali memang orang yang mendoakan tersebut benar-benar bejat moralnya. Baru kali inilah kita mendengar orang yang mendoakan kecelakaan bagi saudaranya sendiri dari mulut seorang Silungkang. Bukankah perbuatan itu sama saja dengan menikam dari belakang?. Apakah seperti ini didikan orang-orang Silungkang?. Ternyata selain sebagai ustad yang ahli menyuguhkan ayat-ayat suci Al-Quran, BN juga ahli merubah wujudnya lalu menyuguhkan doa-doa suci yang 'apik' dan 'nakal'. Luar biasa, inilah kisah ular yang berkedok manusia.
Sebenarnya yang perlu di khawatirkan dari perbuatan BN ini adalah ’sikap’nya yang tidak gentle dan tidak bertanggung jawab yang nantinya bisa menjadi ’teladan’ bagi generasi-generasi selanjutnya. Salut bagi BN yang kini menjadi ikon baru di milis Silungkang. Ikon Generasi Pengecut.


Telisik punya telisik, ternyata BN pun tidak sendiri, karena masih ada banyak lagi manusia-manusia seperti BN di dalam milis ini yang bekerja di balik layar, yang bermain cerdik dan licik bagai musang. Mereka mendekati orang-orang yang memiliki ’kekuatan’ di dalam milis lalu menjadikannya boneka milik manusia-manusia musang itu. Beruntunglah bagi mereka para pemuda yang masih waras dan berpandangan luas. Karena kalian tidak akan pernah bisa di jadikan boneka-boneka mereka.


Inilah yang di maksud penulis mengapa orang-orang kolot itulah yang sebenarnya adalah racun bagi generasi muda Silungkang yang ada di Jakarta. Sedikit demi sedikit mereka mulai menorehkan racun-racun ke dalam pikiran-pikiran anak-anak muda yang polos dan lugu. Lalu terciptalah robot-robot bernyawa Silungkang yang berwatak lurus dan kaku yang suka menjilat, pengecut, dan penakut. Memang tak ada jalan lain untuk mengatasi para orang-orang kolot peracun pikiran generasi muda itu selain dengan satu kata : Lawan!.

Minggu, 16 September 2007

Sepenggal Kisahku (Cerpen)


Oleh : Thomas Alexander



Masih jelas teringat ketika pertama kali sapaan hangat. “Kampuang ang dimano?” dengan malu2 saya jawab Silungkang, jawaban itu disambut dengan senyuman. Dan dilajutkan dengan penjelasan yang gamblang tentang arti kampung, bako, dan sederetan ungkapan yang sulit aku hafalkan. Diakhir kata beliau meminta ku untuk memanggilnya dengan sebutan mamak (ternyata beliau masih sekampung denganku). Sapaan hangat itu pun berlanjut, mamak baru ku ini memperkenalkan ku dengan sejumlah orang yang menurut pangakuannya, juga mamak aku. Sambutan mereka begitu hangat terutama ketika mengetahui bahwa kakekku seorang tokoh yang banyak membantu keuangan Organisasi Silungkang. Ini sambutan yang sangat luar biasa bagi seorang anak 17 tahun. Di dalam hati kuucapkan “Aku Bangga Sebagai Orang Silungkang”. Di sela-sala keributan acara halalbihalal terdengar mereka mengatakan bahwa kedua orang tuaku adalah orang jempol (jempol????? Entah apalah itu, aku tak terlalu memikirkannya).

4 tahun sudah, kehangatan itu berlangsung, sekarang aku seorang sarjana dengan menyandang gelar S.Kom di belakang namaku (hehehe.. masih kuingat dengan jelas bertapa bangganya kedua orang tuaku ketika aku mengenakan toga dan lulus dengan IP 3,58). Mereka begitu bangga sehingga menceritakanya hampir ke semua orang yang dikenalnya. Dan seperti biasa cerita itu selalu disusul dengan cerita tentang kejayaan Silungkang dimasa lampau. Tentang begitu cerdasnya masyarakat silungkang, atau pun mengenai cantik dan rupawannya masyarakat Silungkang. Dan seperti biasa aku mendengarkannya dengan antusias walaupun telah berkali-kali mendengarkannya. Hehehe “Aku Bangga Sebagai Orang Silungkang”.


Ayahku jatuh sakit, tidaaaak…… ini mimpi buruk. Kehidupan normal kami berubah, banyak dana yang kami keluarkan untuk penyembuhan ayah. Gaji ayah yang merupakan pegawai negeri tidak banyak membantu, gajiku pun habis untuk keperluan ibu dan adik ku. Subhanallah ternyata saudara-saudara ayah dan ibu mengumpulkan dana untuk membantu biaya rumah sakit. Aneh, tak satupun orang yang dulu meminta aku memangilnya mamak datang membantu. Jikapun datang hanya untuk menjenguk lalu pulang, ya…. hanya itu. Dari cerita yang selama ini kudengar, mamak berarti seorang yang akan selalu membantu keponakanya disaat sulit maupun senang, sepertinya aku harus merevisi arti mamak dalam pikiranku.

Ayah sudah sembuh, beberapa tahun kemudian adikupun telah lulus kuliah. Kehidupan kami kembali normal. Hanya satu hal yang selalu diributkan oleh ibu, kapan aku mendapatkan pasangan. Ya…. seorang istri yang sholeha. Dan seperti kebanyakan warga Silungkang, diakhir permohonannya ibu selalu mengingatkan untuk mengutamakan gadis silungkang. Dan di akhir kalimatnya : “ Tapi ibu ngak maksa loh, kalau kamu dapat yang lebih baik kenapa nggak” hehehe…. Ini biasa digunakan agar tidak terlihat terlalu memaksa.

(sebagai seorang ikhwah untuk menikah aku tidak melewati masa pacaran, tapi melakukan ta’aruf atau perkenalan. Jika ternyata keduanya cocok maka langsung dilanjutkan dengan persiapan pernikahan. Prosesnnya cepet kan)

Senin ba’da zuhur, awal bulan februari. Aku bersama ustad mingguanku mendatangi sebuah rumah kecil di Pinggir Jakarta, rumah yang sangat bersahaja. Ini perkenalanku yang pertama dengan calon istriku, iya seorang akhwat yang merupakan keturunan asli Silungkang. Seperti di sinetron aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia seperti akumulasi dari segala keindahan yang pernah kulihat (hehehe.. kalau lagi jatuh cinta ngomongnya sering ngak rasional). Kekagumanku terus bertambah setelah mambaca beberapa artikelnya yang di muat di majalah kampus. Perkenalan itu belanjut dengan pertemuan keluarga dan membahas acara lamaran. Semua berjalan begitu lancar hingga…..

Beberapa orang yang selama ini kukenal sering berada dimeja domino datang kerumahku, mereka memintaku memangil mereka mamak. Mereka menjelaskan tentang status calonku yang ternyata orang kelingking, orang yang terendah dalam kasta Silungkang (What…. Apa lagi ini). Setiap bantahanku tak pernah dihiraukan, mereka lebih fokus menekan kedua orang tuaku. Mereka berkata “Jangan salahkan kami jika nanti kami tidak akan menyapa mantumu”. Atau beberapa kali kudengar “Bagaimana bisa kau mempermalukan nama ayahmu sendiri dengan mengambil mantu seorang kelingking?”. Aku tak sanggup lagi mendengarnya…… acara ini berakhir dengan ku usirnya mereka semua keluar dari rumahku. Dan dari kejauhan ku dengar “lihat lah, belum menikah saja anak itu sudah berani mengusir mamaknya sendiri”.

Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin para pemain domino itu tiba-tiba berubah menjadi tokoh masyarakat? Apa hak mereka menanyakan moral kepada keluarga kami? Kemana mereka saat ayah sakit? Punya hak apa mereka mengunakan nama kakek untuk menekan ayah? Dan mengapa masih ada kasta? Bukankah adat kita berdasarkan Kitabullah.
Semua pertanyaan itu kulimpahkan kepada ayah. Dia menjawab dengan senyuman “Nak, lakukanlah apa yang menurutmu benar. Ayah selalu mendukungmu”.

5 tahun telah berlalu, setelah kuputuskan untuk tetap menikah dengan cintaku, matahariku, karunia terindah yang diberikan Allah kepadaku. Tak pernah lagi kudengar sapaan hangat dengan logat silungkang, tapi tak ada penyesalan di hati. Kini aku sedang bersantai dengan istri dan seorang putraku. Memperhatikan TV yang menyiarkan kampung halaman kami ‘Silungkang’, sebuah kampung yang masih kental adat istiadatnya. Jauh didasar hatiku terbesit hal yang telah lama kulupakan “Aku Bangga Sebagai Orang Silungkang”.

NB: cerita ini hanya fiksi belaka jika ada kesamaan kejadian itu hanya kebetulan semata

Rabu, 12 September 2007

Aku Cinta Gadis Indonesia

Oleh : Rejak


“...Ku cinta gadis indonesia apapun sukunya

Tuhan menentukannya…”


Begitulah kiranya sepenggal bait dari lirik lagu salah satu grup band lawas Indonesia, SAS, yang berjudul Aku Cinta Gadis Indonesia. Mungkin bagi yang belum pernah mendengarnya pasti terkejut bahkan tergelak melihat judulnya yang terus terang dan tidak biasa. SAS yang di motori oleh Sunatha Tandjung, Arthur Kaunang, dan Syech Abidin, dalam albumnya yang berjudul Episode Jingga ini memberikan warna nasionalisme tersendiri pada lagu-lagunya, salah satunya adalah lagunya yang berjudul ’Aku Cinta Gadis Indonesia’ yang di letakkan pada nomor pertama alias pada urutan teratas dari keseluruhan lagunya dalam album Episode Jingga. Aku Cinta Gadis Indonesia memang merupakan judul yang universal dalam konteks keindonesiaan itu sendiri. Karena ’Indonesia’ itu berarti menunjukkan keberaneka ragaman suku, dari suku jawa, minangkabau, Aceh, Maluku, dan masih banyak lagi. Entah apa yang melatar belakangi mereka dalam membubuhkan kata ’Indonesia’ di akhir kalimat?. Tidakkah itu terlalu luas dalam pengertiannya?. Lalu, apa pula kiranya yang melatar belakangi mereka menciptakan lagu yang berbau nasionalis ini?. Ataukah mungkin karena di dasarkan oleh pengalaman pribadi sang vokalis plus bassis dari band tersebut, Arthur Kaunang, yang konon dahulu sewaktu belum bertobat gemar ’bertualang’ wanita?. Walau yang pada akhirnya karena kebiasaannya itu pulalah yang membawanya pada pertobatan. Ataukah lagu ini sekedar kekaguman mereka terhadap keberaneka ragaman suku di Indonesia?. Kita dapat melihatnya melalui berbagai sudut pandang.


Irama lagunya yang pelan dan sedikit mendayu namun tidak cengeng sanggup memberikan spirit bagi siapa pun yang mendengarnya, terutama kaum adam, ataupun para nasionalis yang melihat hilangnya ’keidentitas dirian’ pada manusia-manusia yang hidup di Indonesia. Sebenarnya lagu ini hendak menjelaskan tentang identitas diri bangsa Indonesia itu sendiri. Memang sulit menemukan satu identitas penuh di tengah keberagaman suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, belum lagi bila sudah terpenetrasi oleh budaya-budaya luar yang lalu menciptakan identitas baru bagi masyarakat tersebut yang akhirnya menjadikan kebudayaan kontemporer. Karena itu dapat di maklumi bila dulu Bung Karno pasca kemerdekaan Republik Indonesia melarang masuknya kultur-kultur barat, salah satunya adalah musik ngak ngik ngok, karena Bung Karno paham betul bahwa bangsa ini belum lagi menemukan identitasnya, begitulah yang di katakan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam buku tanya jawab dengannya yang berjudul ’Saya Terbakar Amarah Sendirian’. Lalu pada era orde baru segala hal yang berbau barat dengan bebasnya dapat masuk ke dalam negeri yang waktu itu masih berusia seumur jagung. Segala bentuk hiburan masuk ke dalam negeri ini tanpa di saring, terutama melalui televisi. Jadilah akhirnya masyarakat Indonesia ini terlena oleh segala macam hal yang berbau hiburan-hiburan yang di suguhkan oleh Barat, dan dari sini asal muasalnya adanya budaya permisif di kalangan masyarakat Indonesia.


Adanya lintas budaya yang berlalu lalang di negeri ini yang di akibatkan oleh sistem yang di berlakukan warisan orde baru membuat kita mau tak mau harus membuka mata dan melihat kenyataan yang ada. Modernisme yang selalu di identikkan dengan segala hal yang berbau barat menjadi pilihan sebagian besar anak-anak muda Indonesia untuk di ikuti dan di gandrungi. Salah satunya adalah scene musik Rock n Roll, Punk, Heavy Metal, J-Rock, Jazz dan lain-lain. Lalu ada lagi kultur barat yang masuk ke negeri ini seperti pergaulan bebas, drugs, alkohol berikut paham kapitalismenya. Semuanya itu menyamarkan identitas murni dari bangsa Indonesia itu sendiri, sehingga apa yang kita lihat saat ini bukan lagi sekedar warisan nenek moyang lagi, karena semuanya kini telah membaur menjadi satu dan menciptakan satu identitas baru bagi masing-masing individu.

Di tengah zaman yang semakin gila ini, dan peradaban yang sudah ikut sedemikian gilanya, ada beberapa dari mereka yang memilih untuk ’melarikan diri’ dari zaman, hingga ada dari mereka yang memilih untuk berdandan Punk berikut penjiwaannya, ataupun J-Rock. Semuanya itu mereka lakukan paling tidak untuk memilih jalan yang lebih terstruktur di tengah zaman yang penuh ketidak jelasan ini. Maka itu jangan kaget bila ada beberapa urang awak yang berdandan ala Punk, Metal, J-Rock atau bahkan anak-anak muda yang berdandan retro. Tak ada bisa protes, bahkan orang-orang tua mereka, karena mereka (si anak ini) melihat sendiri dengan mata kepala mereka betapa mengerikannya dunia yang kini di tengah jalaninya. Tidak sesimpel cerita-cerita orang-orang terdahulu yang pernah di ceritakan kepada mereka sewaktu kecil.


Kembali lagi pada lagu SAS, Aku Cinta Gadis Indonesia yang konteks keindonesiaan dalam lirik lagu ini di tunjukkan oleh penggambaran karakter gadis dari setiap suku yang ada di Indonesia walaupun tidak semua. Dalam lagunya, SAS mencoba menjelaskan karakter asli gadis di tiap-tiap suku di Indonesia semenarik mungkin dengan lirik yang jujur dan polos. Seperti sepenggal liriknya berikut ini :

”...Ku jumpa gadis Jawa

Lembut Manis bersahaja

Tertawan hati ini

Gadis Aceh Soleh

Taat beribadah

Tapanuli tegas

Kukuh serta jujur...”


Akan tetapi masih relevankah apa yang di katakan oleh SAS dalam liriknya di atas dengan konteks keindonesiaan di zaman sekarang ini?. Jangankan mereka yang di Jakarta, bagi mereka yang berada di asalnya pun sudah tidak lagi mewarisi budaya aslinya. Benarkah gadis-gadis Aceh masih banyak yang taat beribadah?. Benarkah gadis-gadis jawa masih banyak lembut dan bersahaja?. Semuanya masih bisa di pertanyakan bila di daerah tempat yang mereka tinggali mengenal apa itu yang namanya televisi. Anak muda mana yang kini tidak mengenal MTV ?, sebuah ikon anak muda masa kini yang menyuguhkan kultur-kultur modern anak muda dari luar (kebanyakan Barat). Maka itu jangan kaget bila gadis-gadis soleh zaman sekarang gemar berpakaian ketat, kelihatan pusarnya dan paha atau bahkan menyembulkan buah dadanya dalam berdandan, atau dengan kata lain, ’Sholat 5 waktu, dugem jalan terus!”.


Bila dulu langgar/mushola atau mesjid sebagai kegiatan mereka dalam melakukan ritual baca Al Quran atau pun mendengarkan ceramah Ustadz, kini di gantikan oleh kegiatan jalan-jalan ke Mall, nongkrong, nonton bioskop, ataupun dugem. Kegiatan ciuman, pegang-pegangan dan hubungan badan yang dulunya tabu kini sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan anak muda. Sebaliknya kegiatan seperti mengaji, sholat, mendengarkan ceramah ustadz malah menjadi sesuatu yang tabu di kalangan remaja. Coba lihat, ada berapa banyak gadis di Indonesia (dari suku apapun) yang belum pernah berhubungan badan dengan kekasihnya?. Jika begitu, makna dalam lirik SAS tersebut justru menjadi absurd bila di sesuaikan dengan konteks keindonesiaan sekarang ini. Karena sudah hampir tidak ada lagi gadis-gadis Indonesia yang alim, ulet, jujur, rajin, hemat ataupun bersahaja tanpa terbawa arus zaman dan masih tetap keukeuh pada kultur aslinya. Sama halnya dengan ’pelarian diri’ anak-anak muda dalam menemukan kembali identitasnya, mungkin SAS dalam lagunya ini hanya berusaha untuk mengembalikan karakter gadis indonesia secara tekstual dan strukturalis karena telah lelah melihat keedanan zaman, sekaligus promosi ’gadis Indonesia’ yang dalam konteks keindonesiaan saat ini tetap menjadi sebuah utopia. Sampai kapankah kita berpikiran gadis dari daerah asal sendiri adalah yang terbaik?. Sedangkan SAS walaupun dengan ’tangisan keputus asaannya’ akan realita masih bersuara lantang menawarkan keberagaman gadis dari berbagai suku dengan ’keberjuta ragaman’ karakter kontemporernya untuk ’di nikmati’ kaum adam.


”...Wajahnya mempesona

Gayanya menggemaskan

Kau gadis Indonesia...”

VISI eh ..RENCANA SAYA MENJABAT WALIKOTA SAWAHLUNTO ... JANGAN MERASA HERAN BRO..!

Oleh : Ricky Rizky


Beberapa minggu lalu muncul sebuah tulisan mengenai pejabat di silungkang yang akan mencetuskan VISI SILUNGKANG 2020. Sedikit terkejut juga melihat tulisan tersebut, karena baru kali ini kelihatannya ada yang sangat peduli dengan VISI SILUNGKANG. Hanya saja yang sangat di sayangkan sekali, saya tidak tahu, apakah ini hanya sebuah ide, khayalan, atau pemikiran tiba-tiba yang akhirnya akan tetap di berada awang-awang. Satu hal yang sangat ingin saya tanyakan, seorang pejabat dalam menduduki kursi jabatannya, tentu ada batasannya. Kini adalah tahun 2007, jika VISI untuk 2020 - maka 13 tahun lagi lah VISI itu akan tercapai dengan catatan pentingnya adalah; Pejabatnya tetap atau pejabat pengganti tidak memunculkan VISI BARU lagi, yang mungkin VISI SILUNGKANG 2020 berbeda dengan pejabat sebelumnya. Entah cetusan itu apakah termasuk dalam muatan politis atau hanya obrolan santai saja, hanya saja - siapa yang menjamin VISI tersebut tidak akan berubah? dalam politik, setiap yang menduduki jabatan memiliki VISI PRIBADI. Siapa yang bisa menjamin VISI pribadi tidak akan mempengaruhi VISI KEBERSAMAAN.

Saya mulai berpikir, hmm ... penting mana saat ini untuk SILUNGKANG? VISI atau RENCANA? Rencana tidaklah perlu sampai dengan tahun 2020, rencana cukup di pisahkan menjadi tiga term; Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka Panjang. Rencana bisa disesuaikan dan dikondisikan bagi pejabat yang sedang menduduki jabatannya. dalam artian, Rencana Jangka Pendek bisa saja dibuat; minggu depan, bulan depan, dua bulan lagi. Jangka menengah bisa juga dibuat 5 bulan ke depan, 6 , 7 , atau 8 bulan kedepan, sedangkan Jangka Panjang adalah suatu RENCANA yang harus terlaksana pada saat lengser keprabon. Setiap rencana tentunya harus memiliki target sebagai perbandingan dalam melakukan penilaian suatu performansi atau pencapaiannya. Apabila pencapaian hanya 10%, 20%, apakah dapat dibilang gagal? belum tentu....jika rencana tersebut berjalan 90% berjalan, apakah bisa di bilang berhasil? belum tentu juga. Satu hal yang harus di matangkan dalam rencana dan mencapai targetnya; komitmen dan disiplin. Saya ambi suatu contoh yang sangat mudah sekali. Saya memiliki rencana untuk memiliki sebuah RUMAH IDAMAN yang bertingkat dan tanahnya 1000 meter persegi. Dalam pencapaian rencana saya, tentunya saya memiliki langkah-langkah dalam hal; pengumpulan dana, pencarian rumah yang cocok, dan juga pencarian KPR yang cocok juga yang saya lebih senang saya sebut dengan STAGES. Jika akhirnya saya dapat membeli rumah, ternyata tidak tingkat, tanah hanya 200 meter persegi apakah rencana saya gagal?. hmmm belum tentu. Toh target saya membeli rumah tercapai. Atau kondisi, dimana saya akhirnya bisa mendapatkan rumah seperti yang saya impikan dan hebatnya saya bisa bayarkan tanpa KPR, tetapi Hard Cash. Hmmm apakah saya berhasil? lah bagaimana saya bisa dapatkan uang tersebut? Hutang di rentenir , korupsi, nyolong, dll. Jika hutang, memang tujuan rumah tersebut sudah berhasil, hanya saja cara yang saya lakukan TIDAK sesuai dengan STAGE saya atau cara yang baik.

Seandainya saya menjadi walikota sawalunto yang memiliki kekuasaan, saya akan jadikan Silungkang menjadi KOTA PELAJAR. Nah loh .. pada bingung kan?pada capek deh yang udah berbusa berbicara tentang pemasaran songket, pada capek yang berbicara VISI, pada capek yang berpantun-pantun ria, dan pada capek yang berkonsep ria selama ini. Belum pernah terpikirkan kan? Kenapa tidak terpikir? memang tidak pernah ada IDE kalau Silungkang bisa DIJADIKAN KOTA PELAJAR? Rencana jangka pendek adalah menggratiskan biaya TK, SD, SMP, dan SMA dan memberikan intensif kepada guru, rencana jangka menengah pendirian UNIVERSITAS NAGARI SILUNGKANG, dengan jurusan; pariwisata (D3), BISNIS (bukan jurusan manajemen), Teknik Mesin, dan SASTRA & BUDAYA. Rencana jangka panjang, UNIVERSITAS NAGARI SILUNGKANG - GRATIS - warga silungkang 0% yang memiliki pendidikan sampai dengan SMA. Nah, gila kan? emang harus ide-ide gila yang bisa memajukan Silungkang. Apa kita tidak capek berhadapan dengan para pembuat songket yang di minta fotonya saja susah, apa kita tidak capek menghadapi para dominoers, apa tidak capek berdebat dengan orang yang hanya suka berkonsep ria yang akan selalu membuat kita jalan ditempat. Lalu gimana perkembangan songket, pariwisata, dan lain-lain di Silungkang? nah silahkan, itu akan menjadi tugas pejabat walikota selanjutnya setelah saya, yang jelas masa jabatan saya adalah masa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Silahkan walikota selanjutnya jika mau mengembangkan, mudah mudaham SDM sudah terbentuk dengan rapi dan baik, mudah-mudahan tidak ada lagi rumah yang lapuk karena ditinggal pemiliknya.

Yang jelas TUJUAN UTAMA adalah menjadikan SILUNGKANG KOTA PELAJAR. Silahkan, nanti akan berkembang usaha kos-kosan, pasar akan ramai yang jualan mie instan, sewa komputer, fotokopi, ATK, dll. Lalu bagaimana orang yang masih ada korupsi? ah cuekin saja .. yang jelas RENCANA BERJALAN, kita mau lari, kalau masih ada yang mau jalan kaki atau mau jalan mundur , mendingan di tinggalkan saja. Tidak usah karena beberapa orang yang maunya jalan ditempat terus semua akan ketinggalan. Cuekin saja ... dia hanya akan punya dua pilihan; ikut berlari atau PINDAH. Rencana ini akan lebih dimatangkan lagi dengan stages-stages yang lebih konkrit dan lebih mengena yang tidak asal OMDO alias omong doang. Terus bagaimana dong dengan para orang silungkang yang di Jakarta, mereka pada tidak setuju .. ah saya kan walikota yang menjabat, lagian saya sudah punya rencana yang jelas. Paling yang mau ngemplang-ngemplang yang gak diikutkan dalam program ini. Nah itulah .. andai-andai saya jika saya sebagai WALIKOTA SAWAHLUNTO, kalau mau terlaksana ya pilih saya dengan berandai-andai kalau tidak mau terlaksana silahkan menikmati stagnasi yang sangat stabil dan selamat menikmati suatu kondisi kenikmatan yang semu. Jadi bagi yang masih bingung mencari VISI SILUNGKANG 2020, silahkan anda memikirkan dahulu sampai ketemu yang cocok, nanti kalau sudah cocok jangan lupa; diketik, di print, di kasih pigura, dan di pasang di belakang bangku kerja atau di rumah. Wah .. yakin pasti anda akan berhasil .... berhasil menjadi pemimpi VISI yang tidak akan pernah tercapai. HIDUP KOTA PELAJAR.

Minggu, 09 September 2007

Renaissance

Oleh : Rejak


Ketika sudah terjadi ketidak-sepemahaman antara dua generasi, yakni generasi tua dan generasi muda, yang di karenakan adanya perbedaan budaya yang di sebabkan oleh berjalannya dimensi ruang dan waktu, itulah yang di namakan dengan generation gap. Sebuah celah (gap) pada sebuah generasi, atau terpisahnya generasi yang satu dengan yang lain. Ketika mereka para generasi tua tidak bisa atau bahkan mau mendengar apa yang di inginkan dan di pikirkan generasi muda, maka sudah saatnya para pemuda untuk memberanikan diri melepaskan diri dari kungkungan pengaruh generasi tua. Inilah yang membuat generasi muda Silungkang (IGMS) pola pikirnya menjadi kaku dan terukur, sebagai warisan generasi tua. Penciptaan cyborg-cyborg bernyawa yang di campur tangani oleh dedengkot-dedengkot Persatuan Keluarga Silungkang (PKS) seolah telah melumpuhkan rasa percaya diri mereka para pemuda dan pemudi sebagai generasi brilian. Program-program statis IGMS yang selama ini berjalan juga di karenakan oleh kurangnya generasi tua dalam mendukung dan memberikan kepercayaan penuh plus kebebasan terhadap mereka.


Para generasi tua menyebarkan racunnya yang berupa pemikiran tradisionil yang telah usang ke tiap-tiap isi kepala dan aliran darah para pemuda dan pemudi brilian tersebut serta membebani sayap-sayap kecil mereka dengan nama-nama yang semakin berat. Sehingga mau tak mau, generasi muda Silungkang pada akhirnya menjadi generasi muda sebagai bentukan yang seperti mereka harapkan. Menjadi seorang anak baik, penurut, menuntut ilmu melalui menelan teks-teks yang strukturalis mentah-mentah tanpa berani mengkritisinya, lalu bekerja (dalam konteks dagang, ataupun kemeja dan dasi), dan menjadi orang yang ’sukses’(?).


Saat ini, kami generasi muda butuh pencerahan. Pencerahan akan hidup yang sesungguhnya. Pencerahan bak sepercik air yang membasahi kerongkongan kami yang kering kerontang. Pencerahan yang datangnya bukan dari Silungkang. Namun dari luar Silungkang. Kami perlu membuka mata, telinga dan menghirup ’angin segar’ dari luar. Sudah cukup udara pengap jengkol dan pete yang biasa kami hirup yang memenuhi tiap sudut ruang rapat. Ajarkan kami cara untuk bergotong royong antar sesama manusia karena kami tak pernah di ajarkan untuk bekerja sama. Ajarkan kepada kami untuk melihat dunia karena selama ini kami memandang dengan kacamata kuda. Ajarkan kepada kami untuk saling menghargai karena selama ini kami selalu mementingkan diri sendiri. Ajarkan kepada kami untuk berani karena selama ini kami di ajarkan untuk berdiam diri. Ajarkan kepada kami untuk belajar karena selama ini kami bodoh. Kepada siapa kami harus berguru?. Kepada orang tertua dalam organisasi ini?. Tidak!. Kepada andhiko-andhiko bijak itu? Tidak sama sekali!. Lalu kepada siapa?. Jawablah, kawan!. Yaitu ada pada dirimu sendiri ketika engkau berpikir dan pada pandangan berikut pendengaran ketika engkau melihat duniamu sendiri. Karena itu, sudah saatnya kita semua harus mengucapkan selamat tinggal kepada generasi tua yang telah lama mensetting kami menjadi cyborg-cyborg. Yang dengan aturan-aturan tradisionilnya membuat kami buta terhadap zaman, dan menjadikan kami sebagai oportunis-oportunis kecil, alias para penjilat pantat orang-orang tua. Yang membuat kami menjadi makhluk menyedihkan yang tak berdaya.


Biarlah mereka para orang tua berbincang dengan sesamanya di bawah purnama dengan menenggak anggur dan tertawa terbahak-bahak sambil membicarakan kejayaan purbanya. Lalu kita pikirkan saja bagaimana caranya generasi muda dalam menciptakan terobosan-terobosan baru agar dapat berjalan hidup di tanah rantau ini. Dan pikirkan bagaimana agar kita tidak ikut terjebak ke dalam pemikiran masa lalu yang telah di siapkan untuk kita. Mari kita bangun sekat yang tinggi sekali di tengah jurang yang memang telah memisahkan antara kami dan mereka dengan lebar. Akan lebih baik kiranya generation gap ini terus di pertahankan.


Bila yang selama ini menjadi kendala generasi muda adalah permasalahan dana, maka sudah saatnya kita berhenti mengemis-ngemis meminta sponsor (uang) kepada orang-orang tua . Izin mendapatkan kucuran dana sponsor tak akan didapatkan ketika apa yang tengah di rencanakan tak sesuai dengan harapan si pemberi sponsor. Perlunya sebuah semangat Do It Yourself (DIY) di kalangan anak-anak muda dalam menggalang dana untuk mengadakan program-program yang baru. Karena dunia ini tidaklah sesempit gedung PKS (Persatuan Keluarga Silungkang). Bila yang menjadi permasalahan di antara generasi muda adalah perbedaan dalam hal yang berbau fisik, entah cara dandan, kebiasaan atau apapun itu dengan alasan tidak sesuai kultur Silungkang, maka sebaiknya pemikiran dan cara pandang yang membuat gap antara generasi muda seperti itu secepatnya di hilangkan. Karena pada saat engkau berpikir seperti itu, secara tidak kau sadari, dirimu telah menjadi tua. Bisa jadi mereka yang berdandan atau bersikap 'antik' seperti itu malah lebih waras dan kritis ketimbang mereka yang sehari-harinya mengenakan kemeja dan dasi. Mereka hanya berusaha melebur ke dalam kultur di mana mereka kini berpijak.

Memang sudah saatnya yang muda bergerak dan melepaskan diri dari kungkungan ke eksistensian generasi sebelumnya. Lupakan bagaimana cara merubah paradigma generasi sebelumnya!. Karena bisa di bilang sia-sia dan tidak ada harapan lagi. Daripada pusing-pusing merubah paradigma mereka, lebih baik kita yang membentengi diri sendiri agar tak teracuni oleh pikiran-pikiran usang mereka. Selamat berjuang!.